Kamis, 08 April 2010

Peureulak tertinggi Kriminal di ACEH

Peureulak Tertinggi Kriminal di Aceh

JAKARTA - Peureulak di Aceh Timur merupakan daerah tertinggi angka kriminal bersenjata disusul Aceh Utara. Hasil penelitian yang dilakukan oleh World Bank, statistik kekerasan dan kriminalitas di Aceh terus bergerak naik dalam beberapa bulan terakhir. Bila pada Desember 2007 mencapai 27 kasus, namun pada pada Februari 2008 mencapai 30 kasus. ”Tren meningkat kriminal ini karena faktor ekonomi dan uang,” sebut Muslahuddin Daud, peneliti dari Conflict and Development Team World Bank Aceh di Jakarta, Ahad (13/4)
Dalam diskusi bulanan yang diadakan oleh Pengurus Asrama Mahasiswa FOBA Jakarta, Muslahuddin menjelaskan, selain faktor ekonomi, faktor kecemburuan sosial antara mantan kombatan tingkat sago dengan wilayah, perencanaan yang tidak matang dan sebagainya. Alumni Fakultas Tarbiya IAIN Ar-Raniry Banda Aceh itu menawarkan pendekatan berbasis sensitifivitas atau kelompok rawan seperti pengangguran, orang lanjut usia dan lain-lain. ”Kita tak perlu eforia mendatangakan motode diluar negeri ke Aceh padahal ada mekanisme ekonomi seperti toke bangku, muge dan lain-lain yang perlu dimodifikasi saja,” ajak Muslahuddin.
Selain menjelaskan kerumitan konflik di Aceh, Muslahuddin menyebutkan kehadiran Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias dan Badan Reintegrasi Aceh (BRA) yang diharapkan menjadi solusi dari konflik ternyata bisa memantik konflik baru. Misalnya, saja, masalah dana rehab rumah untuk korban tsunami yang baru diumumkan oleh BRR pada tahun 2006. Padahal sejak April 2005 dilantik staf BRR di Jakarta, pada waktu yang sama, warga sudah merehab rumah sendiri. Demikian juga dengan kebijakan BRA yang pada mulanya mengumumkan silakan korban konflik menyusun proposal untuk minta bantuan. Namun setelah ribuan proposal diterima oleh BRA, justru BRA mengubah sistem dari individu ke berbasis masyarakat. ”Betapa banyaknya orang yang kecewa karena kesalahan kebijakan. Padahal warga sudah mengeluarkan uang untuk susun proposal termasuk jual ayam,” terang Muslahuddin.
Vebry dan Sayuti peserta diskusi sepakat menyatakan ada pihak-pihak tertentu yang menikmati konflik Aceh sebab ini menambahan pendapatan baginya. ”Banyak masalah di Aceh dan itu perlu komitmen semua orang untuk menyelesaikan,” ajak Vebry. (ZAL-003]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar